Tampilkan postingan dengan label Berita Ahmadiyah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Berita Ahmadiyah. Tampilkan semua postingan

Menteri Agama (Menag) Serang Ahmadiyah Karena Takut Arab Saudi

JAKARTA – Sikap Menteri Agama(Menag) Suryadharma Ali yang turut meminta Ahmadiyah dibubarkan dinilai sebagai bentuk ketakutannya, termasuk Pemerintah Indonesia, terhadap Arab Saudi. Pemerintah dinilai takut kepentingannya, terutama di bidang ekonomi, dicabut oleh Kerajaan Arab Saudi.
 
Cendekiawan muslim Dawam Rahardjo mengatakan, terdapat dua faktor yang menyebabkan pemerintah selama ini membiarkan intoleransi berkembang di Indonesia terutama ketika bersikap soal Ahmadiyah. Faktor pertama, kata Dawam, pemerintah dalam hal ini menteri agama takut terhadap Majelis Ulama Indonesia.
 
Majelis Ulama telah mengeluarkan fatwa bahwa Ahmadiyah merupakan ajaran yang sesat sehingga tidak bisa dikategorikan sebagai salah satu aliran dalam Islam. Namun, Dawan menyesalkan sikap pemerintah yang tunduk terhadap Majelis Ulama yang, menurutnya, tidak mencerminkan pandangan umat Islam di Indonesia.
 
Menurut Dawam, siapa dan pihak mana pun tidak berhak menilai suatu kelompok memiliki ajaran sesat. “Manusia tidak berhak, termasuk orang Islam, termasuk Majelis Ulama Indonesia. Mereka tidak berhak menuduh satu aliran itu sesat. Aliran apa pun juga. Hanya Tuhan yang berhak menilai itu,” kata Dawam.
 
Sedangkan faktor kedua, lanjut Dawam, menteri agama tunduk terhadap Kerajaan Arab Saudi karena khawatir mengganggu pelbagai bantuan yang selama ini diberikan ke Indonesia. “Misalnya, (kepentingan) soal haji, bantuan ekonomi dan bantuan di bidang pendidikan,” kata Dawam yang mantan ketua tim penasehat Presiden BJ Habibie itu kepada SH di Jakarta, Kamis (30/1).
 
Saat ini, kata Dawam, terdapat persaingan dominasi dan pengaruh yang sangat kencang antara Kekhalifahan Arab Saudi dengan Kekhalifahan Ahmadiyah yang berpusat di London, Inggris. Persaingan itu, lanjut dia, kemudian berdampak ke banyak negara termasuk di Indonesia.
 
Pendapat itu, kata Dawan, berdasarkan penelitian tesis yang dilakukan Fajar Nugroho, seorang warga Indonesia yang merekam dokumen-dokumen milik badan intelijen negara.
 
Dawam menjelaskan, penelitian tesis itu menyimpulkan bahwa konflik di Indonesia banyak dipengaruhi oleh unsur-unsur politik internasional. “Jadi soal Ahmadiyah itu sebenarnya persoalan politik,” kata Dawam yang belum lama ini menerima penghargaan Yap Thiam Hien 2013–sebuah penghargaan bergengsi bidang HAM di Indonesia.
Ruhut Ambarita

Sumber: Sinar Harapan, SHNEWS.CO (rilis: Sabtu, 1 Februari 2014, 13.12 WIB; akses: Senin, 3 Februari 2014, 10.40)

Ahmadiyah Muslim Membuka Masjid "Noor" di Crawley Sussex

Ahmadiyah Muslim Membuka Masjid "Noor" Di Crawley Sussex


Jamaah Muslim Ahmadiyah telah membuka masjid di crawley sussex yang telah diresmikan oleh Hazrat Mirza Masroor Ahmad pada hari sabtu tanggal 18 Januari 2014. Video dapat dilihat di bawah ini :




Foto-foto keindahan Masjid Noor di Crawley Sussex :

Ahmadiyah masjid noor di sussex - 2Ahmadiyah masjid noor di sussex - 1




Ahmadiyah masjid noor di sussex - 3



Masjid yang indah ini terbuka untuk semua orang yang ingin datang dan berdoa, Pria maupun wanita memiliki akses yang sama untuk datang ke masjid ini. Masjid Noor memiliki kapasitas 250 orang termasuk laki-laki dan perempuan dan masjid ini dibangun seluruhnya dengan dana yang dihimpun oleh anggota lokal Jamaah Muslim Ahmadiyah.

Jemaat Ahmadiyah Membantah Jadi Pemantik Persoalan Di Masyarakat

CIHIDEUNG – Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) Priangan Barat Kota Bandung dan sekitarnya

Saat itu, Hafiz mengatakan agar tidak terus menjadi pemantik persoalan di masyarakat. Dirinya menyarankan agar pemerintah mengakui Ahmadiyah sebagai Ahmadiyah bukan sebagai bagian dati Islam.

“Pernyataan itu perlu kami tanggapi, pertama hal ini sudah berulangkali kami jelaskan, organisasi kami bukan orhanisasi ilegal. JAI hadir di Indonesia jauh sebelum kemerdekaan,” ujar koordinator Media Watch MC JAI Priangan Barat Akhmad Faisal Reza S.Sos dalam surat tertanggal 18 Desember 2013 yang diterima Radar kemarin (20/12).

Dalam surat itu, Faizal menjelaskan JAI hadir di Indonesia sejak tahun 1925 dan memiliki badan hukum SK Menteri Kehakiman Republik Indonesia bernomor JA 5/23/13 tahun 1953. “Keberadaan kami resmi tercatat di Kementrian Dalam negeri,” ungkapnya.

Dia pun meminta, agar ketua MUI Jawa Barat melakukan cek dan ricek terhadap kesimpangsiuran JAI di tanah air yang dinilai merugikan JAI. “Jika yang jadi pijakan SKB 3 menteri tahun 2008, perlu dijelaskan bahwa SKB tersebut bukan pelarangan kegiatan atau aktivitas Jemaat Ahmadiayh. SKB itu mengatur agar kegiatan Ahmadiyah hanya melibatkan anggotanya secara internal,” tandasnya. (rls/pee)
 
keberatan atas pernyataan ketua MUI Provinsi Jawa Barat Hafiz Utsman tanggal 11 Desember 2013 ketika memberi sambutan dalam pelantikan kepengurusan baru MUI Kota Tasikmalaya, yang meminta pemerintah membubarkan Ahmadiyah.

- See more at: Warta Ahmadiyah

Yusef Lateef Musisi Jazz Ahmadiyah USA Telah Berpulang Ke Rahmatullah

Yusef Lateef Musisi Jazz Ahmadi US Telah Berpulang Ke Rahmatullah
INNAA li’l-Laahi wa innaa ilaihi raaji’uun. Telah berpulang ke rahmatullah, Doktor Yusef Abdul Lateef dari Shutesbury di usianya yang ke-93 tahun. Ia wafat pada Senin pagi, 23 Desember 2013. Saat pergi dengan penuh kedamaian di rumahnya, Massachusetts, ia sedang bersama dengan keluarganya yang terkasih.

Almarhum lahir dengan nama William Emanuel Huddleston pada 9 Oktober 1920, in Chattanooga, Tennessee, lalu pindah ke Detroit sambil memboyong keluarganya di tahun 1925. Almarhum Lateef baiat ke dalam Islam, mengubah namanya menjadi Yusef Lateef.

“Doktor Lateef adalah seorang pendidik yang brilian dan terpelajar, musisi yang inovatif, dan seorang saudara muslim Ahmadi yang mukhlis,” kata Naib Amir Nasional Jamaah Muslim Ahmadiyah Amerika Serikat.

Doktor Lateef meraih gelar sarjana dan master pendidikan musiknya dari ‘Manhattan School of Music’. Dan dari 1987 ke 2002, ia merupakan guru besar di ‘University of Massachusetts’ di Amherst di mana ia meraih gelar kedoktorannya di bidang pendidikan.

Doktor Lateef adalah guru besar di bidang musik di lima perguruan tinggi dari 1987 hingga 2002. Ia dikenal baik atas dukungan dan pendampingannya bagi artis-artis pemula dan yang sudah bersinar.

Doktor Lateef merupakan penerima anugerah “the National Endowment for the Arts Award” sebagai ‘American Jazz Master’. Ia juga mendapat Grammy Award. Ia memulai karirnya sebagai komposer dan musisi jazz sejak 1940an. Ia sempat mengadakan tur disertai pertunjukan live hingga musim panas 2013 baru-baru ini.

“Saya meyakini bahwa setiap manusia memiliki kearifan,” kata Doktor Lateef di tahun 2000 saat ia diwawancarai untuk anugerah “the National Endowment for the Arts”.

“Setiap kebudayaan memiliki beberapa kearifan. Itulah sebabnya saya belajar dengan Saj Dev, seorang peniup flut India; itulah mengapa saya mempelajari musik Stockhausen; music pigmi tentang hutan hujan pun merupakan musik yang teramat kaya. Jadi, kearifan ada di luar sana. Dan, saya pun mempercayai, seseorang harus menuntut ilmu sejak ia masih di buaian hingga liang lahat. Dengan rasa keingintahuan tersebut, seseorang menemukan hal-hal yang tidak dipahami sebelumnya.

Sebagai seorang komposer, Doktor Lateef menggubah karya-karyanya untuk para pemain baik itu mulai dari untuk solois, untuk band, hingga untuk paduan suara. Karyanya telah dimainkan oleh orkestra simfoni di seluruh Amerika Serikat dan di Jerman. Pada 1987, Almarhum memenangkan Grammy Award dengan kategori ‘Best New Age Performance’ untuk rekaman “Yusef Lateef’s Little Symphony”. Di album ini, ia memainkan semua instrumen.

Biografinya “The Gentle Giant” oleh Herb Boyd, menggambarkan karakter Doktor Lateef sebagai orang yang bersuara lembut dan berhati welas asih. Doktor Yusef Lateef adalah Ahmadi, warga jamaah muslim Ahmadiyah, yang saleh sejak tahun 1948. Ia telah dua kali menunaikan ibadah haji ke Mekkah.

Doktor Lateef gigih di dalam meniti karir musiknya. Ia memiliki jalur musiknya sendiri. Ia adalah seorang pemain, komposer, dan pendidik. Di tahun 1985, ia tinggal di Nigeria sebagai seorang periset senior di dalam menjalani program fellowship pada ‘Ahmadu Bello University’. Begitu balik ke AS, ia mengajar di University of Massachusetts’.


Doktor Lateef menyusul istrinya Sayeda Lateef yang sudah wafat sebelumnya. Isterinya pernah menjabat sebagai Sadr Pengurus Pusat Lajnah Imaillah Jamaah Ahmadiyah Amerika Serikat atau ketua umum dari organisasi perempuan Ahmadiyah AS.

Pengkhidmatannya yang khas bagi kemanusiaan dan Islam telah lama dikenal dan manfaatnya bagi dunia akan terus mengalir jauh hingga ke masa depan. Kita mencintainya dan kita panjatkan doa tulus kita untuk Almarhum dan keluarganya yang sedang berduka. Segenap warga jamaah kami, baik muda maupun tua, benar-benar merasakan kehilangannya.”

Pada Kamis, 26 Desember 2013 pukul 17.15 waktu setempat, jenazah Lateef dishalatkan dan dikubur pada sebuah area pemakaman “the Douglass Funeral Home” yang beralamat di “87 N. Pleasant Street, Amherst, MA”.

Source: Warta-Ahmadiyah.org

Khalifah Ahmadiyah Mengecam "Stiker Anti-Islam" Terbaru Geert Wilders

Pemimpin Muslim Sedunia Mengutuk Stiker Anti-Islam Terbaru Geert WildersPemimpin Partai PVV di Belanda, Mr Geert Wilders telah melakukan aksi provokasi terhadap Islam, Media Belanda mengatakan bahwa politisi telah menempatkan stiker di pintu kantor parlemennya yang berbunyi, dalam bahasa Arab, “Islam adalah sebuah kebohongan, Muhammad adalah seorang kriminal, Alquran adalah racun.” itu merupakan stiker penghinaan, dan "gambarnya dengan sengaja mengambil dari bendera Arab Saudi."

Serangan terbaru ini dipublikasikan secara luas oleh Geert Wilders sendiri, Menteri Luar Negeri Frans Timmermans mengecam stiker tersebut dan mengatakan tindakan semacam ini adalah kontraproduktif.

Menghina agama mereka bukanlah suatu cara untuk memerangi ekstremisme tetapi hanya akan memainkannya ke tangan para ekstremis, dikutip dari Media berita Belanda bahwa menteri Timmermans mengatakan. "Pemerintah Belanda menjauhkan diri dari ini."

Komunitas Muslim Ahmadiyah, mengkritik secara lisan kepada Wilders sebagai lelucon anti-Islam dan juga mengutuk secara langsung atas tindakannya "dalam istilah yang paling kuat."

"Mr Geert Wilders, baru-baru ini membuat kampanye melawan Islam dengan menempatkan stiker dalam bahasa yang kasar dan tidak masuk akal di pintu kantor parlemen itu," pernyataan siaran pers yang dikeluarkan oleh masyarakat.

Memperhatikan keadaan sensitif negara dari lingkungan agama-politik dunia, Khalifah Islam dan Pemimpin Islam seluruh dunia dari Komunitas Muslim Ahmadiyah, Hazrat (Yang Mulia), Mirza Masroor Ahmad mengecam tindakan Wilders mengatakan kepada para politisi "tindakan provokatif hanya akan terus menggoyahkan dunia dan menghancurkan perdamaian dan harmoni."

"Langkah tersebut hanya akan melukai jutaan perasaan yang tidak bersalah dan umat muslim yang mencintai perdamaian di seluruh dunia," baca pernyataan siaran pers Ahmadiyah. "Hal ini menyatakan bahwa tidak ada orang yang berfikir secara waras yang menyetujui secara terus-menerus melakukan hal seperti itu dan kampanye ketidakadilan dengan mencaci sebagaimana Wilders lakukan beberapa tahun terakhir ini dan untuk itu Jamaah Muslim Ahmadiyah meninggalkan kasus Geert Wilders ke Tangan Allah."

"Jamaah Muslim Ahmadiyah benar-benar mengecam serangan terbaru yang ditujukan kepada Islam oleh politisi Belanda Mr Geert Wilders," Yang Mulia seperti dikutip mengatakan. "Kami Muslim Ahmadi terus menyerukan perdamaian, keadilan dan toleransi di semua tingkat masyarakat dan karena itu saya tegaskan bahwa dunia saat ini berada dalam bahaya yang serius sehingga semua orang harus bekerja untuk membina masyarakat yang didasarkan pada cinta, kasih sayang dan saling menghormati. Semua pihak harus bekerja untuk mengakhiri segala bentuk kebencian dan secara terbuka mengutuk pernyataan atau tindakan yang dapat menyebabkan rasa sakit dan penderitaan.

Komunitas Muslim Ahmadiyah mengeluarkan pernyataan yang menyatakan rasa terima kasih kepada para pemimpin Pemerintahan Belanda, termasuk Wakil Perdana Menteri dan Menteri Luar Negeri, untuk mengungkapkan kepada publik kecaman mereka terhadap tindakan Wilders saat ini.

--

Baca selengkapnya dalam bahasa inggris di : AhmadiyyaTimes


--  UK: World Muslim Leader Condemns Geert Wilders' Latest Attack on Islam
--  Ahmadiyya Times
--  By Imran Jattala. Follow on Twitter: @IJattala


Ahmadiyah Guatemala Mengadakan Konvensi Tahunan Ke-24

 Muslim Ahmadi Mengadakan Konvensi Tahunan Ke-24
Anggota lokal dari Komunitas Muslim Ahmadiyah dari Guatemala bergabung dengan banyak pejabat dari Amerika Utara dan di tempat lain untuk menghadiri mereka Konvensi Tahunan 2013.

Yang dikenal sebagai Jalsah Salanah , acara ini dihadiri oleh Maulana Naseem Mahdi , utusan khusus yang mewakili Khalifa Islam , Yang Mulia , Mirza Masroor Ahmad , pemimpin spiritual di seluruh dunia komunitas Muslim Ahmadiyah .

Maulana Mahdi , yang melakukan perjalanan dari Amerika Serikat , adalah wakil presiden nasional Komunitas Muslim Ahmadiyah di Amerika Serikat .

Ahmadi lokal juga perjalanan dari banyak bagian Guatemala termasuk Huehuetenango , Puerto San Jose , Xela , Ciudad de Guatemala dan Antigua dan mereka akan bergabung dengan berbagai pemimpin sipil dan politik dan teman-teman komunitas dari berbagai lapisan masyarakat di Guatemala City .

Seorang anggota delegasi AS , Dr Waseem Sayed A - yang berfungsi juga sebagai country director for
Humanity Pertama , Guatemala , sebuah organisasi bantuan bencana internasional - mengatakan masyarakat Ahmadi setempat telah mendapatkan reputasi besar untuk pelayanan mereka dalam berbagai proyek kemanusiaan .

"Kami sangat senang dengan komunitas yang tumbuh dan kondisi di sini sangat menguntungkan dalam penyebaran pesan kepada masyarakat yaitu 'Love For All, Hatred For None' , " kata Dr Sayed .

Acara dimulai sekitar tengah hari dengan Khotbah Jumat dan salat berjamaah pada tanggal 13 Desember 2013 dan proses berlanjut sampai hari Minggu .

Sejak dinobatkan pada tahun 1989 ini adalah 24 Konvensi Tahunan yang diselenggarakan oleh Komunitas Masjid Baitul Awal di pinggiran kota Guatemala City .

Upacara pengibaran bendera tradisional diadakan pada awal program , yang dipimpin oleh para utusan yang datang, Maulana Mahdi , dan Imam Sattar Khan , Nasional Presiden Komunitas Muslim Ahmadiyah di Guatemala .

 Muslim Ahmadi Mengadakan Konvensi Tahunan Ke-24 tahun 2013Maulana Naseem Mahdi menyambut peserta konvensi dan membaca pesan khusus dari Yang Mulia , Hadhrat Mirza Masroor Ahmad , pemimpin spiritual di seluruh dunia dari Komunitas Muslim Ahmadiyah di London .

Hadhrat Ahmad mengirimkan salam yang sangat khusus untuk peserta dari konvensi tahunan ke-24 dari Guatemala .

"Ini adalah doa saya [yang] semoga Allah memberkati Jalsah Salanah anda dengan setiap keberhasilan dan mungkin kalian semua akan diberikan dengan semangat iman yang baru," Hadhrat Ahmad menyatakan dalam pesannya. "Jalsa ini harus menjadi sarana untuk mengembangkan rasa takut yang benar dari Allah di dalam kamu."

His Holliness menyarankan semua orang untuk membangun dirinya sendiri sebagai contoh dalam menjaga satu sama lain.

"Mengembangkan kerendahan hati dan kelemah-lembutan," saran yang Mulia dalam pesan doa nya. "Mengembangkan semangat dan gairah untuk pelayanan iman dan mencoba untuk membangun hubungan yang erat dengan Tuhan, Yang Mahakuasa."

"Ini harus menjadikan kelembutan, kebaikan dan kelembutan untuk mengembangkan dalam hati Anda dan menyebabkan cinta yang berkembang di antara kamu dan Anda harus menjadi contoh persaudaraan untuk semua untuk melihat," His Holiness lanjut berdoa.

Sekitar 40 anggota dan tamu berpartisipasi dalam pertanyaan panjang dan sesi tanya jawab yang mengikuti proses hari pertama .

Masjid Baitul Awal pertama kali diresmikan pada tahun 1989 oleh Hadhrat Mirza Tahir Ahmad , Khalifah ke -4 komunitas di seluruh dunia ini pada saat itu .

Mengatur konvensi tahunan adalah tradisi yang diadopsi oleh komunitas Muslim Ahmadiyah di mana-mana untuk mempromosikan persaudaraan dan persatuan .

Pertemuan ini memberikan kesempatan bagi para anggota untuk mendengarkan pesan khusus dari pemimpin spiritual Jamaah Muslim Ahmadiyah di seluruh dunia dan wacana oleh anggota yang mempelajari dari komunitas.

Yang pertama Jalsah Salanah dari Komunitas Muslim Ahmadiyah diadakan pada tahun 1892 di Qadian , India , di bawah bimbingan Hazrat Mirza Ghulam Ahmad , Pendiri Komunitas Muslim Ahmadiyah .

Menyatakan tujuan dari Jalsah Salanah , Hazrat Ahmad menulis dalam brosur dibagikan pada 7 Desember 1892 : " Tujuan utama Konvensi ini adalah untuk memungkinkan setiap individu tulus untuk pribadi merasakan manfaat agama , mereka dapat meningkatkan pengetahuan dan - karena mereka diberkati dan dia oleh Allah , persepsi Ta'ala - mereka [ Allah ] dapat berkembang . Di antara manfaat sekunder adalah bahwa pertemuan ini jemaat bersama-sama akan mempromosikan dan saling mengenal antara semua saudara , dan itu akan memperkuat ikatan persaudaraan dalam Komunitas ini ... "

-- Waseem A. Syed, Phd contributed to the story

-- Pictures: Andras Gonzales

 --By Ahmadiyya Times - exclusive


Pernyataan Sikap ICRP dan Kronologi Kejadian Di Masjid Al Misbah Ahmadiyah


Pernyataan Sikap ICRP Tegakkan Keadilan Untuk Ahmadiyah
 
Sejak tahun 1993, Masjid Al-Misbah milik Jemaah Ahmadiyah yang beralamat di jalan pangrango terusan nomor 44 Jatibening, Bekasi sudah berdiri di atas tanah seluas 1 hektar dan mempunyai sertifikat hak milik nomor 1942 yang dimiliki sejak tahun 1989 dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dengan nomor 503/547/CDTK.TB yang diterbitkan oleh pemerintah kota Bekasi sejak tahun 1997. Masjid Al-Misbah telah digunakan oleh sekitar 400 orang ahmadi untuk beribadah.

Kronologi penyegelan dan pemasangan seng pada Masjid Al-Misbah adalah sebagai berikut :

Pernyataan Sikap ICRP dan Kronologi Kejadian Di Masjid Al Misbah AhmadiyahTanggal 8 Maret 2013, Jumat sore. petugas kepolisian dan satpol PP menyegel masjib al-Misbah tersebut. Sempat mendapat perlawanan dari anggota jemaah Ahmadiyah, namun polisi bersikeras menyegel masjid tersebut. Akhirnya, pada Tanggal 4 April 2013, Pemerintah Kota Bekasi menyegel permanen dan memagari Masjid Al-Misbah, Jatibening, Bekasi. Penyegelan itu dilakukan melalui Surat Perintah Tugas Nomor: 800/60-Kesbangpolinmas/IV/2013 yang ditandatangani oleh Plh. Sekretaris Daerah Kota Bekasi. Pada akhirnya, Jemaah Ahmadiyah hanya bisa pasrah melihat Masjidnya disegel aparat.

Tanggal 05 November, Kamis. di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung membacakan putusan sengketa pemagaran dengan seng Masjid Al-Misbah melalui Surat Perintah Tugas Nomor: 800/60-Kesbangpolinmas/IV/2013 yang ditandatangani oleh Plh. Sekretaris Daerah Kota Bekasi, Majelis Hakim menyatakan bahwa Surat Perintah Tugas yang dikeluarkan oleh Plh. Sekretaris Daerah Kota Bekasi tidak sah dengan pertimbangan bahwa Plh atau Pelaksana Harian Sekretaris Daerah Kota Bekasi yaitu Asisten Pemerintahan Kota Bekasi tidak memiliki kewenangan untuk mengeluarkan surat tersebut.

Namun Majelis Hakim dalam suatu persidangan memutuskan menolak gugatan Penggugat dengan pertimbangan bahwa Tergugat yaitu Walikota Bekasi dalam mengeluarkan Surat Perintah Tugas Nomor: 800/422-Kesbangpolinmas/III/2013 untuk melakukan penggembokan pagar Masjd Al-Misbah Jatibening Bekasi sudah sesuai dengan prosedur yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Tentu kedua keputusan kontradiktif ini sangat membingungkan.

Pada tanggal 10 Desember 2013, Ketua Umum ICRP - Musdah Mulia dan Sekertaris Umum ICRP - M. Imdadun Rahmat menanggapi keadaan tersebut, Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP) menilai :

1.     Mengutuk Tindakan Pemerintah Kota Bekasi yang telah bertentangan dengan UUD 1945 karena didalam Pasal 28E ayat (1) UUD 1945 ditegaskan bahwa “Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.” Selain itu, Pemerintah Kota Bekasi juga melanggar Pasal 29 ayat (2) UUD 1945, dimana ditegaskan bahwa “ Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu” dengan kata lain tindakan Walikota dan Satpol PP kota Bekasi yang melakukan penyegelan dan pemagaran Masjid Al-Misbah telah bertentangan dengan Undang-undang Dasar 1945.

2.     Pemerintah Kota Bekasi harus bertanggung jawab atas tindakan diskriminasinya dan menuntut Pemerintah Kota Bekasi untuk melindunggi semua warganya dari ancaman pelanggaran Hak Asasi Manusia sebagaimana tercantum dalam Pasal 22 Ayat (1) dan (2) UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dimana di ayat (1) ditegaskan bahwa “Setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agamnya dan kepercayaannya itu.”dan di ayat (2) ditegaskan bahwa Negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agama yang masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Seharusnya Pemerintah Kota Bekasi menjadi pelindung hak masyarakat untuk beribadah HAM sehingga menciptakan hubungan yang harmoni diantara masyarakat.

3.     Menuntut Majelis Hakim untuk bersikap adil, tegas dan netral sehingga tidak menciderai hak kebebasan beragama dan berkeyakinan warga negara.

 Sumber: ICRP Online

Pemkot Bekasi Melanggar Putusan Pengadilan, Pemkot Tetap Memasang Seng Di Masjid Ahmadiyah

Pemerintah Kota Bekasi, Tetap memasang seng di Masjid Al Misbah milik Jemaah Ahmadiyah bekasi, Jatibening.

Pemerintah Kota Bekasi Tetap memasang seng di Masjid Al Misbah milik Jemaah Ahmadiyah Bekasi
Tindakan Pemerintah Kota Bekasi telah melanggar hukum dengan tetap mengabaikan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jawa Barat yang memutuskan "Agar seng yang mengelilingi Masjid tetap dibuka" tetapi sebaliknya Pemkot Bekasi malah menutup dengan memasang seng disekeliling Masjid Al Misbah milik Jemaah Ahmadiyah.

Banyak kalangan Intelektual mengecam Pemerintahan Kota Bekasi yang berkali-kali tunduk pada kelompok-kelompok Intoleran, keberadaan kelompok intoleran di kota Bekasi membuktikan lemahnya Negara dan aparat pemerintah daerah dalam melindungi hak konstitusional warga Negara dalam beribadat dan menjalankan keyakinan.
Dalam kasus ini, Pemerintah Kota lebih senang mengambil keputusan penyegelan itu pada tiga hal:
  1. SKB Menteri Agama RI, Jaksa Agung RI dan Menteri Dalam Negeri RI Nomor 3 Tahun 2008, Kep-033/A/JA/6/2008
  2. Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 11/Munas VII/MUI/15/ 2005
  3. Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 12 Tahun 2011 dan
  4. Peraturan Wali Kota Bekasi Nomor 40 Tahun 2011 (Bab IV Pasal 4).
Seharusnya Pemerintah Kota Bekasi membaca dengan benar di dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) bahwa tidak disebutkan tentang Pelarangan terhadap Rumah Ibadah. Pemerintah Kota telah melakukan praktek tidak amanah sebagai lembaga yang harusnya mengayomi rakyat, justru malah menjadi pamong bagi sekelompok masyarakat dan kelompok-kelompok Intoleran.

Masjid Al Misbah mempunyai Sertifikat Hak Milik sejak tahun 1989 dan IMB yang juga dikeluarkan oleh Pemerintah Kota Bekasi tahun 1997 lalu, yang intinya Masjid mempunyai legalitas yang resmi. Pengabaian keputusan pengadilan dengan penyegelan dan pemasangan seng dengan tujuan melarang warga Ahmadiyah untuk Ibadah adalah suatu tindakan yang tidak benar di mata hukum tetapi juga tindakan yang bertentangan dengan Al Quran dalam surat Al Baqarah ayat 114 :
 “Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang menghalanghalangi menyebut nama Allah dalam mesjid-mesjid-Nya, dan berusaha untuk merobohkannya? Mereka itu tidak sepatutnya masuk ke dalamnya (mesjid Allah), kecuali dengan rasa takut (kepada Allah). Mereka di dunia mendapat kehinaan dan di akhirat mendapat siksa yang berat.”


Pernyataan Sikap ICRP: Tegakkan Keadilan Untuk Jemaah Ahmadiyah dan kronologi kejadian pada Masjid Al Misbah Ahmadiyah bisa dibaca DISINI

Mendagri Diminta Evaluasi Peraturan yang Diskriminatif

Mendagri Diminta Evaluasi Peraturan yang Diskriminatif


Mendagri Diminta Evaluasi Peraturan yang Diskriminatif


JAKARTA, KOMPASMenteri dalam negeri diminta mengevaluasi berbagai peraturan didaerah terkait kebijakan yang dinilai diskriminatif peraturan itu menjadi pembenaran bagi sebagian warga untuk melakukan intimidasi dan pengusiran terhadap warga Ahmadiyah serta dinilai bertentangan dengan hak asasi manusia dan UUD 1945.

Hal tersebut disampaikan Koordinatr Bidang Sipil Politik Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Moch Ainul Yaqin, Guru Besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Azyumardi Azra, dan anggota Divisi Advokasi LBH Padang, Asrul Aziz, di Jakarta, Selasa (3/12). “Ini (pengusiran) dianggap legal karena ada kebijakan yang diterbitkan, yaitu intruksi Bupati,” Kata Ainul.

Ainul menjelaskan, dalam instruksi bupati terdapat pelarangan melakukan aktivitas bagi warga Ahmadiyah. Persoalannya, beribadah dianggap sebagai aktivitas. Terjadi penafsiran bahwa beribadah dilarang sehingga berdampak pada aksi pengusiran oleh sebagian warga terhadap warga Ahmadiyah.

Azyumardi menilai, pengusiran terhadap warga, apapun agama dan keyakinannya, bertentangan dengan prinsip HAM dan UUD 1945. Jika ada peraturan daerah atau pejabat daerah membenarkan pengusiran, peraturan itu harus dibatalkan oleh Mendagri. UU, regulasi, atau surat keputusan bersama yang membatasi ekspresi keagamaan dan keyakinan warga dapat digugat ke MK atau MA. Polri dan aparat Negara memiliki tanggung jawab melindungi warga dan tidak melakukan pembiaran.

Kepala Bidang Penelitian dan Pengembangan Komite Hukum Pengurus Besar Jemaat Ahmadiyah (JAI) Nashir Hayatul Islam mengungkapkan, sumber peraturan di daerah melarang aktivitas warga Ahmadiyah adalah Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama, Jaksa Agung, dan Menteri Dalam Negeri. “SKB itu merupakan produk politik dan perlu dikaji ulang.” Katanya.

Asrul Aziz menjelaskan dua keluarga di Desa Simpang Rambutan, Kecamatan Pelawan, Kabupaten Sarolangun, Jambi, di usir oleh massa karena kedua keluarga itu dianggap sebagai warga Ahmadiyah.

YLBHI, ungkap Ainul, juga meminta kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melakukan koordinasi untuk mengantisipasi agar kejadian disampang tidak terulang lagi (FER)

Dua Keluarga Ahmadiyah Diusir Di Jambi

Dua Keluarga Ahmadiyah Diusir Di Jambi


Rukmana (43) termasuk istri dan dua anaknya dan Majid (73) diiringi istrinya hanya bisa pasrah. Mereka hanya bisa memandangi orang-orang sekitarnya juga sekeliling lingkungan yang selama ini ditinggali dan akrab bersamanya. Senin, 26 November 2013, yang seharusnya menjadi “November ceria” bagi mereka berubah menjadi muram. Perangkat desa Palawan Jaya hingga camat disertai sebagian warga masyarakat mengusir mereka karena mereka adalah muslim Ahmadiyah. Apalah daya. Tak ada daya melawan kehendak penguasa, juga sebagian masyarakat karena mereka hanyalah orang biasa yang menganut . Jamaah yang dianggap sebagai aliran yang menyimpang dari arus utama.

Majid adalah seorang Ahmadi tulen yang telah menganut Ahmadiyah sejak lama. Ia begitu mencintai jamaah ini dengan segenap harta, jiwa, dan raganya. Anak laki-lakinya Ali Mukhayat (35) melalui pengarahannya telah menjadi seorang ustadz Ahmadiyah juga menjadi bukti betapa ia mencintai jamaah yang memperoleh perlakuan tidak baik di negeri yang katanya paling toleran ini. Anak laki-lakinya itu kini tinggal di Batang, Jawa Tengah, jauh darinya karena menjalankan pengkhidmatan.
”Tekanan dari lingkungan dan pemerintah bukan hal yang buruk. Ini merupakan cara Tuhan memperkenalkan jamaah kami yang kecil tapi teguh berpegang pada kesabaran dan doa,” begitu reaksinya.

Bupati Serolangun Drs H. Cek Endra jauh sebelum kejadian pengusiran telah mengeluarkan edaran berkaitan dengan keberadaan Ahmadiyah di wilayahnya. Tekanan dari sebagian elemen masyarakat di antaranya mahasiswa yang tergabung dalam Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) dilakukan kepada pemerintah agar membubarkan Ahmadiyah di Serolangun sebelumnya. Tuntutan PMII itu di antaranya:

a. REALISASIKAN Surat edaran bupati Sarolangun mengenai jemaah Ahmadiyah.

b. Jika tidak ada realisasinya sampai satu bulan kedepan, maka kami akan menggunakan cari kami sendiri untuk mengusir para pemeluk Ahmadiyah.

Bupati Wonosobo Abdul Kholik Arif disalami Khalifah Hadhrat Mirza Masroor Ahmad
Bupati Wonosobo Abdul Kholik Arif disalami Khalifah Hadhrat Mirza Masroor Ahmad (krjogja.com)

Sikap pemerintah pusat dan daerah di Indonesia sendiri berlainan dalam menyikapi Ahmadiyah. Misalnya, Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono mewakili pemerintahan tertinggi mengemukakan bahwa pemerintahannya tidak akan melarang dan membubarkan Ahmadiyah bahkan akan melindungi. Kontradiktif dengan sikap pembantunya Suryadarma Ali sebagai menteri agama yang justru akan mengadopsi cara-cara pemerintah Pakistan dengan memberangus Ahmadiyah. Masyarakat pun dibingungkan!

Di daerah juga berlainan, ada pejabat daerah yang aktif menekan dan mengintimidasi Ahmadiyah melalui kekuasaannya. Tapi ada juga yang bersikap netral dengan tekad melindungi semua warganya dari sikap intoleran.

Sebut saja bupati Wonosobo, Kholiq Arif. Ia menjadi contoh kepala daerah yang cukup gemilang dalam menjaga kerukunan warganya meskipun di wilayahnya ada Ahmadiyah. Ahmadiyah diperlakukan sama dengan aliran agama yang lainnya termasuk juga di dalamnya Syiah yang cukup mendapat sorotan di negeri ini. “Warga Ahmadiyah berhak hidup di Indonesia karena mereka juga membayar pajak,” kata Bupati Wonosobo Kholiq Arif seperti dilansir tempo.co.Karena sikap tegas sang Bupati tak ada riak-riak timbul dari perbedaan itu.

Kholiq Arif pun termasuk nekad dan berani. Beberapa waktu lalu saat Khalifah Ahmadiyah kelima Mirza Masroor Ahmad melakukan lawatan di wilayah Asia dan Oceania, dan singgah di Singapore, ia malah terbang ke negeri singa itu dan menemuinya. Begitu kembali ke tanah air ia justru berkeinginan untuk mengunjungi markas Ahmadiyah di London dan ingin belajar bagaimana Ahmadiyah mengelola organisasinya. Dalam pandangannya, Ahmadiyah sangat berhasil dalam berorganisasi.

Sikap penguasa yang berlainan ini membuat bingung masyarakat. Penguasa yang mabuk kekuasaan sebagiannya memang lebih mendengar mayoritas meskipun sikap mayoritas itu mengundang huru-hara dan melahirkan kebencian di antara sesama anak bangsa jauh dari cita-cita luhur bangsa. Penguasa mabuk rakyat teler ikut lupa diri. Penguasa sadar rakyat pun akan ikut sadar bahwa cinta sesama adalah harta yang berharga.
Cinta untuk semua, kebencian dikubur sedalam-dalamnya. Selamat pagi Indonesia Jaya!

Oleh Arif Sadewa. Sumber: Kompasiana
- See more at: Warta Ahmadiyah

In Central Java, NU to open dialogue with Ahmadiyah followers

NU to open dialogue with Ahmadiyah followers

NU leader says government should be neutral in matters of religion, and urges dialogue with such groups.

By Rochimawati for Khabar Southeast Asia in Yogyakarta

’s community, deemed “deviant” by some Muslims, faces many pressures in East and West Java, but Central Java has chosen a middle way.
Governor Ganjar Pranowo indicated people in the province should be able to practice their faith. And local Nahdlatul Ulama (NU) leaders say they will approach the minority group through dialogue.
“The governor suggests not disbanding Ahmadiyah. If at some point people argue that their teaching is not in accordance with Islam, he suggests assisting the group instead of alienating them,” said Abu Hafsin, chairman of the NU regional board (PWNU), following a meeting with Ganjar in Semarang on October 17th.
“I agree with the governor’s statement. The state should be neutral and separate from religion,” Abu Hafsin said. “Conducting dialogue among religious followers is good; it prevents possible conflict from occurring in society.”
He himself does not recommend banning Ahmadiyah congregations in Central Java. “If anyone should be considered deviant, they must be nurtured, not disbanded,” Abu Hafsin said.
The NU is prepared to guide the Ahmadiyah if the group does not practice the correct teachings of Islam, he added.
“So far we have frequent dialogue and communication with Ahmadiyah leaders in Central Java,” he stated.

Ready for dialogue
Syaiful Uyun, an Ahmadiyah preacher from Central Java, said Ahmadiyah followers are ready to engage in dialogue if requested to. “We are ready to have conversations with them. Even with NU comrades, we often do,” Syaiful told Khabar.
Ahmadiyah followers in Central Java – about 15,000 people concentrated in Wonosobo and Banjarnegara regencies – can carry out their worship safely, Syaiful said.
“Until now, we are safe to pray and worship in our mosques,” he said. Although present in Indonesia for decades, the Ahmadiyah have come under increasing pressure in recent years, especially since a 2008 government decree that allows Ahmadiyah Muslims to practice their religion while imposing stiff penalties if they attempt to spread their ideas.
Ahmadiyah followers “are asked to sign a declaration that they will not conduct Ahmadiyah activities,” Syaiful said.
While the Ahmadiyah object to the decree, they respect and obey the rules, Syaiful said. But they hope Indonesian civil society can embrace tolerance. “All elements in our society will respect the decision made by our leaders,” he said.

Protect minority groups
Many local Muslims believe that minority groups should be able to practice their faith freely.
The state must protect minority groups, according to M. Syukron, a member of Gusdurian community in Semarang. They are NU members who embrace the pluralism advocated by longtime NU leader and former president Abdurrahman Wahid.
“In the case of Ahmadiyah, we are not defending a particular group, but as a country with laws, we have an understanding of the freedom of speech. Moreover, [freedom of] religion is a matter of human rights,” Syukron told Khabar Southeast Asia.
Hairus Salim, director of the Institute for Islamic and Social Studies (LKiS) in Yogyakarta, said the conflict between Sunni and Ahmadiyah is triggered by different interpretations of Islam.
“There is a movement whose teachings may be different from that of the majority religion in Indonesia. As a result, Ahmadiyah followers are considered deviant. However, it is the duty of government to protect the minorities,” he said.

Ilustrasi gambar: Ahmadiyah elder Alil Bakar Basalah (middle) leads a women’s prayer group (Lajnah Imaillah) in Yogyakarta on October 25th. Central Java Governor Ganjar Pranowo has said he will not ban the group in the province. [Rochimawati/Khabar]

Sumber: Khabar Southeast Asia , Warta Ahmadiyah

Bupati Sarolangun Intruksikan Pelarangan Aktifitas Jemaat Ahmadiyah di Sarolangun

bupati sarolangun intruksikan pelarangan aktifitas jemaat ahmadiyah di sarolangun
Pada 10 Juli 2013, Bupati Sarolangun mengeluarkan instruksi tentang Larangan Aktifitas Jemaat Ahmadiyah Indonesia di Kabupaten Sarolangaun. Surat ini bernomor 300/209/Kesbang/2013

Intruksi Bupati Sarolangun bisa dilihat disini

See more at: Warta Ahmadiyah

Dua Keluarga Ahmadiyah Diusir Di Jambi, Singkut.

dua keluarga ahmadiyah diusir di jambi
Di Singkut, Jambi. Dua keluarga muslim ahmadi diusir dari rumahnya di desa pelawan jaya setelah mendapatkan tekanan dari kepala desa, aparat dan warga yang anti Ahmadiyah. Dua keluarga ini adalah Keluarga bapak Rukmana dan bapak Majid. Sangat menyayangkan dengan mengatasnamakan agama tindakan para aparat desa yang seharusnya menaungi dan melindungi semua warganya justru terlibat dan ikut serta dalam tindakan diskriminasi ini.
Peristiwa ini dikhawatirkan akan merembet ke desa sekitanya dimana ada keluarga muslim ahmadinya. Berikut ini beberapa peristiwa terbaru yang terkait:
1.  Tanggal 24 November 2013 pukul 18.45 – 20.30 Wib Jemaat Ahmadiyah Singkut melaksanakan silaturahmi mengunjungi Bapak Shehu Wakil Ketua DPRD,dan melaporkan kejadian-kejadian yang menimpa Ahmadiyah Singkut dan mendapat sambutan yang baik dari beliau. Selanjutnya pada pukul 20.30-22.30 Wib Jemaat Ahmadiyah Singkut melaporkan kejadian pengusiran ke Kanitreskrim Bapak Hutapea.
2.  Tanggal 25 November 2013 Jemaat Ahmadiyah Singkut mendapat undangan dari pihak kecamatan, namun atas saran dari Pengurus Pusat undangan tersebut tidak dihadiri.
3.  Rencananya hari Rabu, 27 November 2013 Jemaat Ahmadiyah Singkut akan menghadiri undangan Bupati Kabupaten Sarolangun yang akan mempertemukan Pengurus Jemaat Ahmadiyah Singkut dengan Kesbangpol, Camat dan 5 Kepala Desa dimana warga Muslim Ahmadi tinggal. Hingga saat ini situasi di Singkut kurang menguntungkan bagi warga Ahmadiyah dikarenakan banyak tekanan dari berrbagai pihak.
Semoga Allah Ta’ala selalu memberikan ketabahan dan kesabaran bagi keluarga Bapak Rukmana dan Bapak Majid yang terusir karena mempertahankan keyakinan mereka sebagai Ahmadi.
Sumber : Warta Ahmadiyah

71 Warga Ahmadiyah Lombok Akan Menerima e-KTP

71 Warga Ahmadiyah di Lombok Akan Menerima e-KTP


71 Warga Ahmadiyah Lombok Akan Menerima e-KTP
JPNN, MATARAM – Sebanyak 71 Warga Ahmadiyah yang tinggal di Asrama Transito, Majeluk, Mataram, akan dibuatkan KTP elektronik (e-KTP) di Kota Mataram. Itu merupakan tindak lanjut rapat koordinasi di Provinsi NTB.

"Ini bukan kaitan karena Ahmadiyah. Mereka ini masuk kategori penduduk rentan. Aturan kemanusiaan memang harus dibuatkan tanda penduduk," terang Sekda Kota Mataram HL Makmur Said di ruang kerjanya, Rabu (20/11).

Dari pendataan yang telah dilakukan, ada 71 warga yang bakal mendapat e-KTP. Namun, untuk pembuatan e-KTP bagi jemaat Ahmadiyah, Pemkot Mataram tetap akan menunggu surat keputusan (SK) resmi dari pemerintah provinsi.

"Soal nanti tinggal di mana, itu kembali ke mereka masing-masing. Tapi untuk pembuatan ini, mereka terdaftar di Kecamatan Mataram," kata Makmur.

Dengan pembuatan e-KTP untuk 71 warga Ahmadiyah,


Lanjut Sekda, mereka yang tinggal di Kota Mataram bisa mendapatkan hak pendidikan, pengobatan gratis puskesmas, maupun bantuan beras miskin. Disarankan, kepada warga Ahmadiyah ini tidak lagi tinggal berkelompok.

Sementara itu Penanggung Jawab Jemaat Ahmadiyah di Asrama Transito, Sahidi mengaku, baru mengetahui informasi akan adanya pembuatan e-KTP bagi mereka dari media. Dia pun menyambut gembira informasi itu. Apalagi sudah tujuh tahun sembilan bulan mereka tanpa kartu identitas. "Kita senang kalau memang diberikan e-KTP," katanya.

Ditambahkan, ia sendiri memiliki dua anak yang hingga kini tidak memiliki akta kelahiran. Karena salah satu syarat pengurusan akta kelahiran harus menyertakan e-KTP. "Mengurus kartu keluarga juga kan butuh e-KTP," sambungnya.
Dengan adanya e-KTP untuk 71 warga Ahmadiyah ini,
kata pria berkumis ini, mereka bisa lebih mudah mengurus kesehatan, surat keterangan miskin, pendidikan anak, dan berbagai keperluan lain. "Mudah-mudahan bukan hanya wacana. Bisa terealisasi secepatnya," tandasnya.

Soal saran supaya warga Ahmadiyah yang tinggal di Kota Mataram tidak berkumpul dalam satu tempat, itu bakal diterima. Sebelum di Asrama Transito, memang mereka tinggal berpencar. "Awalnya, dulu kita dari beberapa daerah," ungkapnya.

Di tempat yang sama Pembina Ahmadiyah di Asrama Transito, Basyiruddin Aziz berharap pembuatan e-KTP bisa secepatnya terealisasi. Sudah sejak lama warga ingin memiliki kartu pengenal. Soal saran untuk berpencar dan saran apa pun dari pemerintah dia berjanji bakal mengikutinya. "Di sini (Kota Mataram, Red) memang sejauh ini terbuka kepada kami," ucapnya. (feb)

Sumber : JPNN.com