Pernyataan Sikap ICRP dan Kronologi Kejadian Di Masjid Al Misbah Ahmadiyah
Sejak
tahun 1993, Masjid Al-Misbah milik Jemaah Ahmadiyah yang beralamat di jalan
pangrango terusan nomor 44 Jatibening, Bekasi sudah berdiri di atas tanah
seluas 1 hektar dan mempunyai sertifikat hak milik nomor 1942 yang dimiliki
sejak tahun 1989 dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dengan nomor
503/547/CDTK.TB yang diterbitkan oleh pemerintah kota Bekasi sejak tahun 1997. Masjid
Al-Misbah telah digunakan oleh sekitar 400 orang ahmadi untuk beribadah.
Kronologi
penyegelan dan pemasangan seng pada Masjid Al-Misbah adalah sebagai berikut :

Tanggal 05 November, Kamis. di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung membacakan putusan
sengketa pemagaran dengan seng Masjid Al-Misbah melalui Surat Perintah Tugas
Nomor: 800/60-Kesbangpolinmas/IV/2013 yang ditandatangani oleh Plh. Sekretaris
Daerah Kota Bekasi, Majelis Hakim menyatakan bahwa Surat Perintah Tugas yang
dikeluarkan oleh Plh. Sekretaris Daerah Kota Bekasi tidak sah dengan
pertimbangan bahwa Plh atau Pelaksana Harian Sekretaris Daerah Kota Bekasi
yaitu Asisten Pemerintahan Kota Bekasi tidak memiliki kewenangan untuk
mengeluarkan surat tersebut.
Namun
Majelis Hakim dalam suatu persidangan memutuskan menolak gugatan Penggugat
dengan pertimbangan bahwa Tergugat yaitu Walikota Bekasi dalam mengeluarkan
Surat Perintah Tugas Nomor: 800/422-Kesbangpolinmas/III/2013 untuk melakukan
penggembokan pagar Masjd Al-Misbah Jatibening Bekasi sudah sesuai dengan
prosedur yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Tentu kedua keputusan
kontradiktif ini sangat membingungkan.
Pada tanggal 10 Desember 2013, Ketua Umum ICRP - Musdah Mulia dan Sekertaris Umum ICRP - M. Imdadun Rahmat menanggapi
keadaan tersebut, Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP) menilai :
1.
Mengutuk
Tindakan Pemerintah Kota Bekasi yang telah bertentangan dengan UUD 1945 karena
didalam Pasal 28E ayat (1) UUD 1945 ditegaskan bahwa “Setiap orang bebas
memeluk agama dan beribadat menurut agamanya,
memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan,
memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak
kembali.” Selain itu, Pemerintah Kota Bekasi juga melanggar Pasal 29 ayat (2)
UUD 1945, dimana ditegaskan bahwa “ Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap
penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut
agamanya dan kepercayaannya itu” dengan kata lain tindakan Walikota dan Satpol
PP kota Bekasi yang melakukan penyegelan dan pemagaran Masjid Al-Misbah telah
bertentangan dengan Undang-undang Dasar 1945.
2.
Pemerintah
Kota Bekasi harus bertanggung jawab atas tindakan diskriminasinya dan menuntut
Pemerintah Kota Bekasi untuk melindunggi semua warganya dari ancaman
pelanggaran Hak Asasi Manusia sebagaimana tercantum dalam Pasal 22 Ayat (1) dan
(2) UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dimana di ayat (1)
ditegaskan bahwa “Setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk
beribadah menurut agamnya dan kepercayaannya itu.”dan di ayat (2) ditegaskan
bahwa Negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agama yang masing-masing
dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Seharusnya
Pemerintah Kota Bekasi menjadi pelindung hak masyarakat untuk beribadah HAM
sehingga menciptakan hubungan yang harmoni diantara masyarakat.
3.
Menuntut
Majelis Hakim untuk bersikap adil, tegas dan netral sehingga tidak menciderai
hak kebebasan beragama dan berkeyakinan warga negara.
0 komentar:
Posting Komentar
Thank you for your comments. Any comments irrelevant to the post and subject matter, containing abuses, and/or vulgar language will be deleted.